Membaca Al-Quran adalah Jalan Menuju Iman
Kalau kita perhatikan orang-orang yang meraih kesuksesan dalam hidup ini, mulai dari Nabi hingga orang-orang shalih masa sekarang, maka kita akan menemukan bahwa kesamaan umum yang ada pada mereka adalah membaca Al-Quran dan shalat malam, khususnya. Amal yang telah mereka sepakati yang tidak diremehkan oleh mereka dalam kondisi apa pun adalah membaca sebagian Al-Quran secara rutin.
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa ia berkata Rasulullah bersabda:
“Siapa saja tertidur dan lupa tidak membaca satu hizb (Al-Quran) atau sebagian darinya, lalu membacanya pada waktu antara shalat Subuh dan shalat Zhuhur, maka dicatat baginya pahala seakan-akan dia telah membacanya di malam hari.” (Shahih Muslim:747)
Ini merupakan tekad yang kuat untuk tidak meninggalkan kebiasaannya meski ada aral yang melintang atau hambatan yang menghadang. Karena, mereka mengetahui secara pasti bahwa itulah makanan bagi hati yang tidak akan hidup tanpanya. Mereka lebih bersemangat untuk mendapatkan nutrisi hati sebelum nutrisi jasmani. Saat mendapatkan sedikit dari itu, mereka merasa kurang.
Hal itu berbeda dengan orang-orang yang suka meremehkan, yakni yang hanya bisa merasakan kelaparan dan kehausan secara fisik, atau sakit dan derita fisik saja. Sementara, penderitaan, kehausan, dan kelaparan hati, mereka tidak pernah merasakannya.
Membaca Al-Quran dan shalat malam merupakan sarana terkuat untuk mengekalkan tauhid dan iman agar tetap bersemayam dalam hati. Itu merupakan titik awal bagi setiap amal shalih lain, seperti puasa, sedekah, jihad, berbakti, dan menyambung tali persaudaraan. Tadabur Al-Quran akan mewujudkan tauhid, keikhlasan, kemantapan, ketundukan hati, dan peribadatan hanya kepada Allah, Rabb semesta alam.
Membaca Al-Quran adalah Jalan Kekuatan
Ketika Allah hendak membebani Nabi-Nya, Muhammad dengan kewajiban tabligh dan dakwah yang merupakan tugas yang sangat berat, maka Allah mengarahkan beliau pada sesuatu yang dapat membantu beliau, yaitu membaca Al-Ouran. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).” (Al-Muzzammil:1-7)
Sa’ad bin Hisyam bin Amir pernah datang ke Aisyah untuk menanyakan shalat malam Nabi ;. Maka ia berkata, “Ceritakanlah kepadaku shalat malam Rasulullah.” Aisyah berkata, “Bukankah
engkau telah membaca, “Ya ayyuhal muzammil (Wahai orang yang berselimut)?” Aku (Sa’ad) berkata, “Ya, benar.” Aisyah berkata, “Sesungguhnya, Allah mewajibkan shalat malam pada awal surat ini, lalu Nabi Allah dan para sahabat beliau shalat malam selama satu tahun. Lalu, Allah menahan akhir (surat ini) selama dua belas bulan di langit, hingga Allah menurunkan keringanan di akhir surat ini, sehingga shalat malam menjadi tathawwu’ (sunnah) setelah sebelumnya diwajibkan. (Shahih Muslim:104)
Mengapa solusinya adalah salat malam? Ada apa pula dengan tata cara dan kuantitas dengan lama waktu satu tahun penuh tersebut? Itu merupakan penyiapan, pembentukan, dan penggodokan bagi orang-orang yang dibebani dengan tugas menyampaikan dakwah dan membawa risalah.
Jadi, generasi seperti itu bisa muncul kembali di tengah umat ini. Kemenangan, kemapanan, dan kekuasaan dunia ini akan terwujud untuk mereka, dengan izin Allah. Umat ini pernah menjadi kuat, ditakuti oleh semua umat. Mereka tunduk dan path kepada umat Islam. Namun, sebagian umat Islam ditimpa perasaan loyo dan lemah dan inilah realitas yang bisa disaksikan setiap hari. Hal itu tidak terjadi kecuali karena mereka meninggalkan Al-Quran dan jauhnya mereka dari pemahaman makna Al-Quran yang agung.